Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. Muhammad Ali Ramdhani, S.T.P., M.T., menegaskan bahwa agama harus menjadi kompas moral dalam kehidupan manusia sekaligus penggerak layanan publik yang berkualitas. Hal itu ia sampaikan dalam Kegiatan Latsar ASN Kemenag 2025 Gelombang 9 Angkatan 31–34 yang digelar secara Zoom Meeting, Rabu (27/8/2025).
Menurutnya, keberagamaan sejati tercermin dalam sikap dan perilaku nyata. Karena itu, layanan Kementerian Agama harus menjadi etalase publik yang cepat, sederhana, dan berdampak. “Pelayanan itu ibarat ikan segar yang disimpan di kulkas: harus sigap, tetap terjaga, dan bermutu. Jangan bertele-tele, tapi memberi manfaat langsung kepada masyarakat,” ujarnya memberi analogi.
Pada aspek pendidikan, Prof. Ali Ramdhani menekankan pentingnya integrasi nilai agama ke dalam kurikulum dan kultur sekolah. Pendidikan, katanya, harus menjadi rumah kedua bagi anak bangsa—ramah, aman, dan membentuk karakter. Pendidikan yang berorientasi kemaslahatan akan melahirkan manusia yang cerdas secara intelektual, kuat secara moral, dan matang secara spiritual.
Ia juga menegaskan bahwa eksistensi manusia ditentukan oleh kemampuan bernalar dan bijak mengambil keputusan, bukan sekadar rupa atau atribut fisik. Mengutip filsuf klasik René Descartes dengan ungkapan cogito ergo sum, ia mengajak peserta untuk membiasakan diri berpikir kritis dan reflektif. Senada dengan pandangan Aristoteles, ia menekankan bahwa “kita adalah kebiasaan kita”, sehingga pembiasaan baik perlu dijaga agar melekat sebagai identitas ASN.
Dalam kerangka kelembagaan, pengembangan SDM Kementerian Agama diarahkan melalui Asta Protas Kemenag Berdampak: penguatan kerukunan, ekoteologi, layanan keagamaan berdampak, pendidikan unggul, pemberdayaan pesantren, pemberdayaan ekonomi umat, sukses haji, dan digitalisasi tata kelola. Seluruh fokus tersebut ditautkan dengan visi Indonesia Emas 2045: mewujudkan masyarakat rukun, maslahat, dan cerdas.
Prof. Ali Ramdhani menekankan bahwa manusia adalah sekaligus aktor dan objek pengembangan SDM. Karena itu, prosesnya harus berawal dari kesadaran diri, evaluasi berkelanjutan, hingga peningkatan kapasitas sesuai tantangan zaman. “Kaidah keagamaan harus dibaca kontekstual, agar kebijakan dan program pelatihan benar-benar menjawab kebutuhan layanan publik hari ini,” tegasnya.
Kegiatan ini merupakan bagian dari Latsar CPNS Kemenag 2025 Gelombang 9 Angkatan 31–34 yang diselenggarakan oleh BDK Surabaya dan diikuti pula oleh peserta CPNS dari BDK Banjarmasin. Hadir pula dalam forum daring tersebut Kepala BDK Surabaya Dr. H. Japar, M.Pd. dan Kepala BDK Banjarmasin Dr. H. Khaeroni, S.Sos., M.Si.
Penulis: Alya