Surabaya – Sekretaris Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Agama RI, Ahmad Zainul Hamdi, menyerukan pentingnya reformasi mental dan spiritual bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) muda saat menyampaikan materi kepada peserta Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS Golongan III Tahun 2025, Rabu (16/7). Dalam pemaparannya, ia menegaskan bahwa generasi baru ASN Kemenag harus menjadi pelopor perubahan positif, khususnya dalam membangun birokrasi yang bersih, harmonis, dan berorientasi pada kemaslahatan.
“Generasi muda harus memutus kisah jelek dalam birokrasi pemerintahan,” tegas Prof. Inung -sapaan akrabnya- di hadapan para peserta Latsar CPNS melalui Zoom Meeting. Ia menekankan bahwa seluruh aktivitas ASN Kemenag, baik yang administratif maupun pelayanan publik, adalah bagian dari pengabdian spiritual.
Menurutnya, tugas utama Kementerian Agama adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama. Oleh karena itu, ASN harus menghayati bahwa setiap nafas dan waktu kerjanya merupakan bagian dari ibadah. “Jangan sampai semakin kita rajin ibadah, justru semakin sulit tersenyum kepada orang lain,” ujarnya menyindir praktik keberagamaan yang tidak mencerminkan akhlak.
Prof. Inung kemudian menjabarkan tiga pilar utama visi Kementerian Agama: rukun, maslahat, dan cerdas. Ia menjelaskan bahwa visi tersebut harus terlebih dahulu diwujudkan oleh para ASN, sebelum mampu ditransformasikan ke masyarakat luas.
“Rukun adalah fondasi. Tidak mungkin kita mewujudkan masyarakat rukun kalau mental kita masih mental konflik. Jika ingin dihargai, kita juga harus bisa menghargai,” katanya. Ia menambahkan, ASN harus berjiwa segar, tidak mudah tersulut konflik, dan mampu memberikan pelayanan yang humanis kepada masyarakat.
Lebih lanjut, maslahat atau kebaikan bersama menjadi tujuan tertinggi beragama. “Kita hanya akan menjadi pribadi baik jika tumbuh baik bersama. Semakin kita beragama, semakin besar pula dampak kemaslahatan yang kita berikan,” jelasnya.
Sementara untuk pilar ketiga, yaitu cerdas, Prof. Inung menekankan pentingnya pembelajaran berkelanjutan. “Sebelum mencerdaskan masyarakat, ASN harus mencerdaskan dirinya lebih dulu – mental, otak, dan hatinya,” ujarnya menutup sesi dengan penuh semangat.
Pesan ini menjadi pengingat bahwa ASN bukan sekadar pekerja administratif, tetapi juga pelayan publik yang memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, berdaya, dan berakal sehat.
Penulis: Mutia