Surabaya – “Menjadi seorang ASN bukanlah hanya sekadar profesi, melainkan panggilan pengabdian,” tegas Sidik Sisdiyanto, Pelaksana Harian Sekretaris Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama RI, saat membuka materinya di hadapan 160 peserta Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS Kementerian Agama pada Jumat (8/8/25).
Melalui Zoom Meeting, Sidik mengingatkan bahwa ASN Kementerian Agama tidak cukup hanya dibekali keterampilan teknis. Mereka harus memiliki integritas moral, spiritual, dan sosial yang kokoh. “Kita dituntut menjadi pelayan publik yang bukan hanya kompeten secara administratif, tapi juga tulus mengabdi, menjaga kehormatan jabatan, dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya dengan nada tegas.
Ia menjelaskan bahwa Kementerian Agama memiliki mandat yang sangat strategis, yakni menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan negara. Mandat ini, kata Sidik, bukan sekadar formalitas birokrasi, tetapi amanah besar untuk membina kehidupan beragama yang rukun, menjaga nilai-nilai kebangsaan dalam bingkai keagamaan, dan mendorong kemaslahatan umat melalui kebijakan yang inklusif serta berkeadilan.
Dalam penjelasannya, Sidik memaparkan tiga kata kunci yang menjadi pilar visi Kementerian Agama: rukun, maslahat, dan cerdas. “Rukun adalah pondasi keharmonisan sosial dan keagamaan. Ia mencerminkan semangat kebersamaan, toleransi, dan harmoni antar umat beragama,” tuturnya. Maslahat, menurutnya, adalah prinsip kemanfaatan dan keadilan — setiap kebijakan dan tindakan harus membawa manfaat luas, mengutamakan pelayanan publik yang berpihak pada kepentingan umat. Sementara itu, cerdas adalah gambaran kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan adaptif dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.
Tidak berhenti di visi, Sidik mengurai prinsip dasar yang menjadi pijakan moral dan etika kerja seluruh pegawai Kemenag, yang dirumuskan dalam asta protas atau delapan program prioritas. Program ini, katanya, adalah kompas yang mengarahkan seluruh ASN agar tetap berjalan di jalur pengabdian yang benar.
Ia memaparkan bahwa penguatan kerukunan dan cinta kemanusiaan menjadi prioritas pertama — menanamkan nilai kemanusiaan yang menyatu dengan kehidupan beragama. Selanjutnya, penguatan ekoteologi, yaitu ajakan bagi ASN untuk terlibat langsung dalam pelestarian lingkungan hidup dan bertanggung jawab terhadap krisis iklim global. Layanan keagamaan berdampak juga menjadi fokus, dengan memastikan adanya standarisasi pengelolaan rumah ibadah dan peningkatan kualitas pelayanan publik di bidang keagamaan.
Pendidikan unggul, ramah, dan terintegrasi menjadi agenda lain yang menurut Sidik harus diwujudkan, agar pendidikan di bawah naungan Kemenag bersifat inklusif, ramah, dan relevan dengan perkembangan zaman. Ia juga menekankan pentingnya pemberdayaan pesantren sebagai pusat pendidikan sekaligus kemandirian ekonomi umat.
Tidak kalah penting adalah program pemberdayaan ekonomi umat melalui optimalisasi penghimpunan dana sosial keagamaan, seperti zakat, infak, dan wakaf. Penyelenggaraan ibadah haji yang sukses juga masuk dalam prioritas, mengingat besar kemungkinan tahun ini menjadi tahun terakhir Kemenag memegang mandat penuh sebagai penyelenggara haji. Terakhir, digitalisasi tata kelola pemerintahan menjadi kunci untuk menciptakan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas pelayanan publik.
“Seluruh program ini bukan sekadar daftar target. Ia adalah prinsip hidup bagi ASN Kementerian Agama. Tanpa komitmen yang kuat pada nilai-nilai ini, sulit bagi kita untuk menghadirkan pelayanan publik yang benar-benar berdampak positif dan membawa keberkahan bagi masyarakat,” tutup Sidik.
Pelatihan Dasar CPNS yang digelar Balai Diklat Keagamaan Surabaya ini diharapkan tidak hanya membekali peserta dengan pengetahuan teknis, tetapi juga menanamkan kesadaran bahwa pengabdian di Kementerian Agama adalah sebuah amanah yang mengandung dimensi moral, spiritual, dan sosial. Dengan pilar visi dan asta protas yang kuat, ASN Kemenag diharapkan menjadi motor penggerak kerukunan, kemaslahatan, dan kecerdasan bangsa.
Penulis: Mutia