“Moderasi beragama bukanlah bentuk pendangkalan ajaran agama, melainkan cara mendalaminya hingga membawa kita pada harmoni dan kedamaian.” Itulah pesan kuat yang disampaikan oleh Prof. Dhani, Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kementerian Agama, dalam pemaparan materinya pada Rabu pagi, 23 April 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Dhani memberikan materi secara langsung kepada para peserta Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama dari Kabupaten Jember, Kabupaten Tuban, dan Kabupaten Bojonegoro. Peserta hadir baik secara langsung maupun melalui platform daring.
Prof. Dhani membuka mata dan hati peserta akan esensi sejati dari moderasi beragama. Ia menegaskan bahwa moderasi bukan berarti meninggalkan ajaran agama, tetapi justru menghidupkannya dengan sikap yang inklusif, penuh kasih sayang, dan toleran.
“Ajaran agama itu untuk menciptakan kehidupan yang damai, bukan menyulut perpecahan. Dan itu hanya mungkin tercapai jika kita memahami agama dengan cara yang benar,” ujarnya, yang juga dikenal sebagai akademisi dan penulis produktif di bidang keagamaan.
Dalam pemaparannya, Prof. Dhani menekankan pentingnya menolak kekerasan dalam menyampaikan ajaran agama. Perbedaan pandangan adalah hal yang wajar dan tidak bisa dihindari, namun harus dihadapi dengan cara yang damai melalui dialog dan musyawarah. Ia juga menekankan pentingnya menghormati budaya lokal selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Ia mencontohkan bagaimana sarung dan kopiah yang menjadi ciri khas santri adalah bentuk adaptasi budaya lokal yang kini menjadi identitas Islam Indonesia. “Kita tidak harus menjadi Arab untuk menjadi muslim. Kita bisa tetap menjadi orang Indonesia, dengan budaya Indonesia, selama nilai-nilainya sejalan dengan agama,” tandasnya.
Salah satu momen yang paling menyentuh adalah ketika Prof. Dhani mengajak peserta untuk meneladani akhlak Rasulullah SAW. Ia menekankan bahwa dakwah Nabi selalu dilakukan dengan kelembutan, keteladanan, dan akhlak mulia—bukan dengan kekerasan.
“Kalau Nabi menggunakan kekerasan, mungkin Islam tidak akan pernah berkembang. Beliau membawa agama ini dengan senyum, kelembutan, dan keteladanan akhlak,” katanya.
Sebagai penutup, Prof. Dhani menegaskan bahwa orang yang moderat adalah juga orang yang memiliki komitmen kebangsaan. Mencintai negara dan menjunjung tinggi konstitusi seperti Pancasila dan UUD 1945 merupakan bagian penting dari praktik beragama yang moderat.
“Kita tidak bisa membenturkan agama dan negara. Justru kita memperkuat negara dengan nilai-nilai agama yang moderat dan damai,” pungkasnya.
Dengan penyampaian yang lugas, menyentuh, dan membumi, Prof. Dhani berhasil menyemai semangat baru kepada para penggerak moderasi beragama dari Jember, Tuban, dan Bojonegoro—bahwa moderasi bukan sekadar wacana, melainkan sebuah aksi nyata menuju Indonesia yang lebih toleran dan damai. (a)