Pendidikan karakter bukan lagi sekadar wacana. Dalam ruang kelas yang terbatas, justru nilai-nilai besar kehidupan ditanamkan setiap hari. Hal ini ditegaskan oleh Mushollin, M.Pd.I., Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan (BDK) Surabaya, dalam Webinar Nasional Serie 6 bertema “Menumbuhkan Karakter dan Kompetensi Murid melalui Pembelajaran Mendalam Berbasis Kurikulum Berbasis Cinta (KBC)” yang diselenggarakan Kementerian Agama RI secara daring, Kamis (17/7).
Dalam pemaparannya, Mushollin menyampaikan bahwa siswa lebih banyak menghabiskan waktunya di kelas daripada di tempat lain, sehingga kelas menjadi ruang utama dalam membentuk nilai-nilai moral. “Kelas itu dunia kecil tempat anak-anak belajar nilai-nilai kehidupan setiap hari,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa pembentukan karakter tidak cukup dilakukan hanya dengan menyampaikan teori, tetapi harus dibiasakan dan dicontohkan dalam interaksi sehari-hari.
Ia menjelaskan tiga tahap pembentukan karakter yang dapat diterapkan guru, yakni moral knowing, moral feeling, dan moral action. “Anak-anak perlu diberi tahu nilai yang baik, diajak merasakan pentingnya nilai itu, lalu diberi ruang untuk mempraktikkannya dalam tindakan nyata,” ujarnya. Keteladanan guru, suasana kelas yang aman, dan kebiasaan yang dibangun bersama menjadi kunci keberhasilan.
Mushollin juga menekankan bahwa penanaman karakter tidak membutuhkan pendekatan yang rumit. “Kita bisa mulai dari langkah sederhana: memilih nilai yang ingin kita tanamkan, membuat peraturan kelas yang berbasis nilai, dan memberi penghargaan pada perilaku positif,” jelasnya. Baginya, konsekuensi logis yang diterapkan dengan konsisten jauh lebih efektif daripada hukuman yang bersifat reaktif.
Selaras dengan paparan tersebut, Rr. Sri Sukarni Katamwatiningsih, M.Pd.I., Widyaiswara BDK Semarang, dalam sesi sebelumnya menjelaskan bahwa pembelajaran mendalam dalam Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) bertujuan menumbuhkan peserta didik yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara emosional dan sosial. Ia menekankan bahwa kurikulum seharusnya tidak hanya berorientasi pada struktur dan capaian formal, tetapi harus menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses belajar. Nilai cinta, empati, dan kepedulian harus menjadi jiwa dari seluruh dimensi kurikulum, mulai dari perencanaan hingga evaluasi.
Sementara itu, Dr. Darmani, M.A., Widyaiswara Ahli Utama BDK Surabaya, menambahkan perspektif tentang Project-Based Learning (PjBL) sebagai pendekatan pembelajaran mendalam yang memberi ruang bagi peserta didik untuk terlibat langsung dalam proses yang nyata. Menurutnya, melalui proyek-proyek kontekstual yang dirancang dengan baik, siswa tidak hanya belajar konsep akademik, tetapi juga mengembangkan karakter seperti tanggung jawab, kerja sama, dan kepedulian sosial. “PjBL memungkinkan siswa belajar dari pengalaman, bukan hanya dari penjelasan,” terang Darmani dalam sesinya.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh sejumlah pejabat, di antaranya Kabid Pendma Kankemenag Prov. Jatim, Munir, Kepala BDK Surabaya, Japar, serta Koordinator Widyaiswara BDK Surabaya, Makmun Hidayat yang mengikuti kegiatan secara daring.
Webinar ini menjadi pengingat bahwa ruang kelas bukan sekadar tempat menyampaikan materi, tetapi ruang hidup tempat anak-anak belajar menjadi manusia. Penanaman karakter tidak membutuhkan pendekatan yang kompleks, tetapi ketulusan, keteladanan, dan keberanian guru untuk hadir sepenuhnya dalam proses belajar mengajar.
Penulis: Dewi