

Kementerian Agama menyiapkan sebanyak 6.919 Masjid Ramah Pemudik di berbagai wilayah Indonesia untuk melayani masyarakat selama libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru). Program ini menjadi wujud nyata pelayanan keagamaan yang inklusif sekaligus penguatan toleransi di ruang publik.
Kick-off Masjid Ramah Pemudik Nataru digelar oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag di Masjid Jami’ An-Nur, Karawang, Jawa Barat, Selasa (23/12/2025).
Peluncuran program tersebut dihadiri Direktur Jenderal Bimas Islam Abu Rokhmad, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Arsad Hidayat, Kasubdit Kemasjidan Nurul Badruttamam, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Barat Dudu Rohman, jajaran Kemenag kabupaten/kota se-Jawa Barat, serta perwakilan TNI-Polri dan Kementerian Perhubungan.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan, Masjid Ramah Pemudik merupakan bentuk konkret toleransi dan pelayanan keagamaan yang hadir langsung untuk masyarakat. Menurutnya, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai ruang kemanusiaan yang terbuka bagi siapa pun.
“Ini adalah bukti bahwa toleransi di Indonesia tidak berhenti pada tataran wacana. Masjid adalah rumah bagi siapa pun,” ujar Menag dalam sambutannya yang disampaikan secara virtual.
Menag menjelaskan, ribuan masjid tersebut disiapkan untuk memberikan layanan istirahat bagi pemudik dan para musafir selama periode Nataru. Ia mengimbau para pengelola masjid untuk memberikan pelayanan terbaik demi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan.
“Jika memungkinkan, sediakan kopi atau minuman hangat agar para pengemudi tidak mengantuk. Kehadiran masjid sebagai tempat istirahat terbukti dapat menurunkan angka kecelakaan hingga 50 persen pada musim mudik sebelumnya,” katanya.
Direktur Jenderal Bimas Islam Abu Rokhmad menambahkan, momen akhir tahun memiliki dimensi keagamaan sekaligus sosial kemasyarakatan. Di satu sisi, umat Kristiani merayakan Natal sebagai ibadah, sementara di sisi lain masyarakat memanfaatkan libur sekolah dan Tahun Baru untuk bepergian.
“Sebagaimana Idulfitri, ada aspek syariat dan ada pula aspek sosial. Mudik dan liburan adalah fenomena kemasyarakatan yang dinikmati bersama,” ujarnya.
Ia menegaskan, membuka masjid untuk melayani para musafir merupakan praktik keagamaan yang bernilai luhur.
“Pada hakikatnya kita semua adalah musafir. Ketika masjid dibuka dan dimanfaatkan layanannya, itu adalah praktik keagamaan yang sangat mulia,” tegasnya.
Abu Rokhmad juga menyampaikan bahwa Kementerian Agama akan terus menyempurnakan program Masjid Ramah Pemudik, termasuk untuk mendukung kelancaran arus mudik Idulfitri mendatang.
“Kerukunan tidak cukup hanya diucapkan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata,” katanya.
Sementara itu, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Arsad Hidayat menjelaskan bahwa Kick-off Masjid Ramah Pemudik pada momentum Nataru ini merupakan pelaksanaan pertama, meskipun konsep serupa telah diterapkan pada arus mudik Idulfitri sebelumnya.
“Masjid Ramah Pemudik ini menegaskan bahwa masjid melayani seluruh warga, termasuk masyarakat nonmuslim, sebagai wujud Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” ujar Arsad.
Ia menambahkan, program tersebut merupakan bagian dari kebijakan masjid ramah, yang mencakup masjid ramah lansia, ramah anak, ramah perbedaan, ramah lingkungan, serta masjid sebagai ruang penyelesaian persoalan sosial.
“Kehadiran masjid sebagai tempat istirahat yang aman, bersih, dan nyaman menjadi salah satu faktor penting dalam menekan angka kecelakaan lalu lintas,” pungkasnya.
Publish: Alya