Malang — “Tagline Kementerian Agama adalah Kemenag Berdampak,” ujar Muhammad Ali Ramdhani, Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Agama RI, saat membuka paparannya dalam Pelatihan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan di wilayah kerja kantor Kementerian Agama Kabupaten Malang yang digelar Balai Diklat Keagamaan Surabaya secara daring, Selasa (5/8/2025).
Kang Dhani – sapaan akarabnya – menekankan bahwa dampak dari layanan Kementerian Agama harus benar-benar menyentuh inti kehidupan masyarakat. “Jika ingin berdampak, maka kita harus mulai dari yang paling kecil dan paling dekat: keluarga,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, keluarga adalah laboratorium pertama tempat nilai-nilai agama, sosial, dan moral dibentuk. “Kerukunan itu tidak lahir dari pidato-pidato megah di podium, tetapi dari bagaimana seorang suami menyapa istrinya setiap pagi. Dari bagaimana orang tua mendengarkan anaknya bicara dengan sabar,” tutur Kang Dhani, menegaskan pentingnya keharmonisan rumah tangga.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa isu strategis bangsa—mulai dari kerukunan, kemaslahatan umat, kecerdasan bangsa, hingga tata kelola pemerintahan—semuanya bersumber dari struktur terkecil masyarakat: keluarga. “Sebuah langkah panjang selalu dimulai dari langkah kecil. Begitu pula masyarakat yang maslahat selalu dimulai dari pernikahan yang sakral dan sehat secara emosional maupun spiritual,” jelasnya.
Menurutnya, pelatihan seperti ini bukan sekadar rutinitas struktural, tetapi bagian dari intervensi serius terhadap persoalan bangsa. “Jangan anggap enteng pelatihan ini. Kita sedang menyusun pondasi untuk masa depan bangsa. Kalau kita ingin Indonesia hebat, kita mulai dari rumah yang rukun dan sehat,” katanya penuh keyakinan.
Ia juga menyoroti pentingnya mengenali diri dalam proses pengembangan kapasitas sumber daya manusia. “Orang yang tak mengenali dirinya sendiri, tak akan tahu ke mana harus melangkah. Maka kenali dulu siapa Anda, baru kita bicara soal pengembangan,” tegasnya.
Kang Dhani menguraikan bahwa pelatihan-pelatihan di Kementerian Agama pada dasarnya bertujuan untuk membangun kecerdasan dalam arti yang luas. “Cerdas itu bukan hanya bisa menjawab soal ujian, tapi bisa memahami sebab dan akibat, bisa meredam emosi, menjaga kebugaran, membangun hubungan sosial yang sehat, dan menjadikan kehidupan sebagai ibadah,” tuturnya.
Ia menyebut hubungan suami istri sebagai ruang utama praktik kecerdasan. “Kepercayaan adalah fondasi. Jika tak ada saling percaya, maka cinta hanya akan menjadi beban. Maka pahami bahwa setiap sikap punya konsekuensi. Itu bentuk kecerdasan intelektual.”
Tak kalah penting, katanya, adalah kecerdasan emosional. “Orang bijak bukan yang banyak tahu, tapi yang mampu mengelola rasa marah, kecewa, dan sedih dengan tenang. Rumah tangga itu tempat belajar sabar.”
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga fisik. “Tubuh ini satu-satunya tempat kita menjalani hidup. Jaga kebersihannya, jaga kesehatannya. Jangan tunggu rusak baru menyesal.”
Dalam relasi sosial, ia berpesan agar semua orang membangun koneksi yang sehat dan saling menguatkan. “Manusia tidak bisa hidup sendiri. Maka bangun relasi dengan cinta, bukan dengan syarat.”
Terakhir, ia menekankan nilai spiritual sebagai inti dari seluruh proses. “Hubungan kita dengan manusia harus bernilai agama. Bukan hanya akhlak yang baik, tapi niat yang tulus karena Allah. Di situlah letak kecerdasan spiritual.”
Menutup paparannya, Kang Dhani kembali mengingatkan pentingnya merawat rumah tangga sebagai jalan sunyi menuju bangsa yang tangguh. “Jika kita ingin menciptakan masyarakat yang rukun, maslahat, dan cerdas, maka kita harus mulai dari rumah. Di situlah semuanya bermula.”
Penulis: Mutia