Kehidupan keagamaan di Indonesia tidak boleh berhenti pada urusan pribadi. Ia harus menjadi kekuatan yang mendorong masyarakat hidup rukun, saling menghormati, dan membawa kebaikan bersama. Itulah esensi dari keberagamaan yang maslahat — pesan yang ditekankan oleh Sekretaris Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kementerian Agama RI, Zainul Hamdi, dalam pembekalan kepada peserta Latihan Dasar (Latsar) CPNS Kemenag Gelombang 2.
Dalam sesi yang disampaikannya secara daring melalui Zoom, Zainul Hamdi — yang akrab disapa Prof. Inung — menjelaskan bahwa agama mengajarkan nilai-nilai luhur. Namun jika nilai-nilai itu tidak tampak dalam sikap sosial, tidak tercermin dalam toleransi dan kemaslahatan, maka ada yang keliru dalam cara seseorang beragama.
“Banyak yang merasa paling taat dan paling saleh, tapi tidak mampu membawa manfaat bagi orang lain. Kalau cara beragama kita tidak menciptakan maslahat, maka perlu kita tinjau ulang,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa visi besar Kementerian Agama adalah menciptakan masyarakat yang rukun, maslahat, dan cerdas. Maslahat — atau kebaikan bersama — menjadi titik tekan karena keberagamaan yang sejati harus menghasilkan kontribusi sosial, bukan sekadar praktik ibadah yang bersifat pribadi.
Lebih jauh, Prof. Inung menyoroti posisi unik Indonesia sebagai negara beragama — bukan negara agama, dan bukan pula negara sekuler. Dalam posisi ini, negara hadir untuk memastikan bahwa kehidupan keagamaan berjalan selaras dengan kehidupan berbangsa dan pembangunan nasional.
“Negara tidak mencampuri ajaran agama, tapi negara bertanggung jawab terhadap kehidupan keagamaannya. Jika tidak dikelola, kehidupan keagamaan bisa berkembang liar, bahkan memicu konflik yang merusak harmoni sosial,” jelasnya.
Kehadiran Kementerian Agama, lanjutnya, menjadi penting untuk mengawal kehidupan keagamaan agar tidak bertentangan dengan semangat kebangsaan. Sebab, sentimen agama sangat kuat, dan jika tidak diarahkan dengan baik, bisa menjadi pemicu perpecahan.
Di sinilah peran ASN Kemenag menjadi sangat strategis. Mereka bukan sekadar aparatur administratif, tetapi juga pengemban visi luhur kelembagaan. Prof. Inung menekankan bahwa ASN Kemenag harus memiliki pola pikir damai, inklusif, dan membawa keteladanan dalam kehidupan beragama di tengah masyarakat.
“Kalau ASN Kemenag saja berpikir sempit dan memicu konflik, lalu siapa yang akan menjaga kerukunan?” tegasnya.
Ia pun mengajak para peserta Latsar CPNS untuk memulai dari diri sendiri: menjadi ASN yang tidak hanya paham aturan, tapi juga mampu membumikan nilai-nilai agama dalam kehidupan sosial dengan cara yang maslahat.
Kegiatan ini merupakan bagian dari Latihan Dasar CPNS Kementerian Agama Gelombang 2, yang diselenggarakan oleh Balai Diklat Keagamaan (BDK) Surabaya pada Rabu, 9 Juli 2025. Sebanyak 120 peserta mengikuti kegiatan ini.
Penulis: Dewi