Kementerian Agama Republik Indonesia kembali menegaskan pentingnya nilai-nilai moderasi beragama sebagai bagian dari pembangunan nasional. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Pengembangan dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Keagamaan, Dr. H. Mastuki, M.Ag, dalam pelatihan daring Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) Numerasi untuk guru madrasah ibtidaiyah se-Kabupaten Probolinggo.
Pelatihan yang berlangsung secara online melalui Zoom Meeting ini diikuti oleh 35 peserta dan dimulai pada pukul 07.30 WIB. Dalam materinya, Dr. Mastuki menyampaikan bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang harus disikapi secara bijak dan positif.
“Berbeda itu pasti. Tapi kekuatan bangsa Indonesia terletak pada kemampuannya untuk bersatu di tengah perbedaan. Dari sanalah moderasi beragama memainkan peran sentral,” ungkapnya.
Tidak Mencampur Ajaran, Tapi Membangun Keharmonisan
Dr. Mastuki meluruskan pemahaman umum yang keliru tentang moderasi beragama. Menurutnya, moderasi bukan berarti mencampuradukkan ajaran antaragama, tetapi membangun sikap saling menghormati, toleransi, dan hidup berdampingan secara damai di tengah kemajemukan.
Ia menegaskan bahwa Indonesia bukan negara teokrasi (berdasarkan satu agama), bukan pula negara sekuler (yang memisahkan agama dari kehidupan publik), melainkan negara Pancasila yang menempatkan agama sebagai sumber nilai, inspirasi, dan arah pembangunan, serta menjamin kehidupan beragama yang bebas dan setara bagi semua warga.
“Pancasila adalah melting pot dari seluruh perbedaan: agama, suku, bahasa, dan golongan. Di situlah moderasi beragama menjadi perekat antara identitas keagamaan dan komitmen kebangsaan,” tambahnya.
9 Nilai Moderasi Beragama
Sebagai panduan praktik di lapangan, Kementerian Agama telah mencanangkan 9 nilai utama moderasi beragama, yaitu:
1. Komitmen kebangsaan
2. Toleransi
3. Anti-kekerasan
4. Penerimaan terhadap tradisi
5. Kemaslahatan umum
6. Keadilan
7. Keseimbangan
8. Ketaatan pada konstitusi
9. Kemanusiaan
Nilai-nilai ini menjadi fondasi untuk membangun masyarakat Indonesia yang religius, majemuk, dan harmonis.
Tantangan dan Peran Negara
Dr. Mastuki juga menyinggung beberapa tantangan moderasi beragama yang dihadapi saat ini, di antaranya adalah ekstremisme, klaim kebenaran tunggal, pemaksaan tafsir agama, serta pengaruh politik dan ekonomi yang bisa memicu konflik. Menurutnya, negara harus mengambil posisi “in between” : tidak terlalu dominan, tapi juga tidak abai terhadap persoalan keagamaan.
“Negara hadir untuk memastikan kemaslahatan bersama. Tidak campur tangan dalam keyakinan, tapi aktif memfasilitasi kehidupan beragama yang damai dan produktif,” jelasnya.
Asta Protas: 8 Program Prioritas Kemenag 2025–2029
Dalam penutup, Dr. Mastuki juga memaparkan Asta Protas Kementerian Agama, yakni 8 program prioritas Kemenag untuk tahun 2025–2029 yang bertujuan memberikan dampak nyata bagi masyarakat, yaitu:
1. Meningkatkan kerukunan dan cinta kemanusiaan
2. Penguatan ekologi
3. Layanan keagamaan yang berdampak
4. Pendidikan unggul, ramah, dan terintegrasi
5. Pemberdayaan pesantren
6. Pemberdayaan ekonomi umat
7. Sukses penyelenggaraan ibadah haji
8. Digitalisasi tata kerja
Pelatihan ini diharapkan mampu memperkuat pemahaman para guru madrasah tentang pentingnya nilai-nilai kebangsaan dan toleransi dalam pendidikan, serta memperkuat peran mereka sebagai agen moderasi dan perdamaian di tengah masyarakat. (a)