
Siti Zubaidah, M.Pd.I
Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Surabaya
Mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan UNESA
Penguatan karakter anak merupakan salah satu agenda penting dalam pendidikan nasional, yang menekankan sinergitas antara sekolah, guru, dan orang tua. Artikel ini membahas keterlaksanaan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (7KAIH) meliputi bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat melalui kegiatan kokurikuler sebagai wahana pembiasaan karakter. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif berbasis kajian literatur dengan menelaah artikel, jurnal, dan penelitian terbaru periode 2020-2025 yang relevan dengan pendidikan karakter, pembiasaan positif, dan kolaborasi sekolah orang tua. Analisis isi digunakan untuk mengidentifikasi tema-tema utama terkait peran sekolah, guru, dan orang tua dalam penguatan kebiasaan anak.
Hasil kajian menunjukkan bahwa pelaksanaan 7KAIH dapat terintegrasi secara efektif dalam berbagai bentuk kegiatan kokurikuler, seperti apel dan literasi pagi, doa bersama, olahraga rutin, program kantin sehat, klub literasi, bakti sosial, hingga pengelolaan jurnal kebiasaan harian. Sekolah berfungsi sebagai pusat pembiasaan, guru sebagai teladan dan fasilitator, sementara orang tua memastikan keberlanjutan praktik di rumah. Sinergitas ketiga pihak inilah yang menjadikan 7KAIH bukan hanya slogan, melainkan budaya pendidikan yang membentuk anak disiplin, sehat, religius, peduli sosial, serta mampu mengelola waktu dengan baik.
Dengan demikian, artikel ini menegaskan bahwa kegiatan kokurikuler memiliki peran strategis dalam mendukung pendidikan karakter, dan keberhasilan Gerakan 7KAIH sangat ditentukan oleh kolaborasi harmonis antara sekolah, guru, dan orang tua.
Kata kunci: pendidikan karakter, 7 kebiasaan anak hebat, sinergitas sekolah guru orang tua
Pendidikan karakter menjadi isu penting dalam pembangunan sumber daya manusia di Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan global yang menuntut generasi muda memiliki integritas, kemandirian, dan kompetensi sosial yang kuat. Sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, pemerintah melalui berbagai regulasi dan program menekankan pentingnya pendidikan karakter yang terintegrasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Hal ini selaras dengan konsep Profil Pelajar Pancasila yang menempatkan karakter sebagai inti dari proses pendidikan.
Salah satu program terbaru yang diperkenalkan adalah Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, yang mulai diintensifkan pada tahun 2024. Gerakan ini menekankan pembiasaan anak dalam tujuh aspek utama, yaitu bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, serta tidur lebih awal. Tujuan dari gerakan ini adalah membangun fondasi karakter yang kuat melalui rutinitas harian sederhana, namun memiliki dampak besar terhadap disiplin, kesehatan, dan sikap sosial anak. Studi menunjukkan bahwa pembiasaan positif sejak usia dini mampu memperkuat regulasi diri anak dan meningkatkan keberhasilan akademik di kemudian hari (Judijanto, 2025)
Namun, keterlaksanaan kebiasaan tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran sinergis antara sekolah, guru, dan orang tua. Sekolah berfungsi sebagai institusi formal yang menanamkan nilai, guru berperan sebagai fasilitator sekaligus teladan, sedangkan orang tua bertanggung jawab memastikan kebiasaan yang dipelajari anak di sekolah berlanjut secara konsisten di rumah. Penelitian (Fajri, 2025) menemukan bahwa tingkat keberhasilan pembentukan karakter siswa sekolah dasar meningkat signifikan ketika terdapat komunikasi dua arah yang intens antara guru dan orang tua. Sinergi ini membuat anak tidak hanya menginternalisasi nilai, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, hasil penelitian di beberapa sekolah dasar di Jawa Barat dan Jawa Tengah mengungkapkan bahwa keterlibatan orang tua dalam program sekolah yang berbasis karakter berdampak positif terhadap kedisiplinan dan prestasi anak. Anak-anak yang memiliki kebiasaan tidur teratur, sarapan sehat, dan melakukan olahraga pagi menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi dalam proses belajar dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki kebiasaan tersebut (Rahmawati, 2024). Dengan demikian, sinergi orang tua dan sekolah tidak hanya memperkuat dimensi moral, tetapi juga mendukung aspek kesehatan dan akademik anak.
Meskipun begitu, implementasi Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat masih menghadapi sejumlah tantangan. Tidak semua sekolah memiliki sarana pendukung yang memadai, misalnya fasilitas olahraga atau program makan sehat. Selain itu, perbedaan latar belakang sosial-ekonomi keluarga sering kali menjadi kendala dalam menjaga konsistensi kebiasaan, seperti keterbatasan waktu orang tua untuk mendampingi anak atau kurangnya kesadaran tentang pentingnya rutinitas positif (Nuraini, 2023). Oleh karena itu, sinergitas antara sekolah, guru, dan orang tua harus dipahami bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah kolaborasi yang nyata dan berkesinambungan.
Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat memiliki potensi besar untuk mendukung penguatan karakter anak bangsa, asalkan dijalankan dengan komitmen bersama dari berbagai pihak. Guru perlu menjadi teladan dan membimbing siswa melalui aktivitas kokurikuler maupun pembiasaan harian di sekolah. Orang tua harus konsisten melanjutkan kebiasaan tersebut di rumah agar anak tidak mengalami kebingungan nilai. Sementara itu, sekolah perlu membangun sistem komunikasi yang terbuka dengan orang tua, misalnya melalui jurnal kebiasaan anak atau forum parenting. Sinergi ini menjadi kunci agar gerakan tersebut tidak berhenti sebatas slogan, melainkan benar-benar terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari anak.
Dengan demikian, pendahuluan ini menegaskan bahwa penguatan karakter melalui sinergitas antara sekolah, guru, dan orang tua merupakan fondasi penting dalam keterlaksanaan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Tantangan yang ada menuntut strategi kolaboratif yang lebih sistematis, sehingga kebiasaan positif yang diharapkan dapat terwujud secara konsisten baik di sekolah maupun di rumah. Artikel ini akan membahas lebih lanjut bagaimana sinergitas tersebut dapat dioperasionalisasikan, tantangan yang dihadapi, serta rekomendasi yang dapat diambil untuk memperkuat implementasi kebiasaan anak Indonesia hebat.
Sekolah memiliki peran sentral dalam implementasi Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (7KAIH), karena sekolah adalah lembaga formal yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai karakter. Lingkungan sekolah merupakan ruang strategis bagi pembiasaan nilai, karena anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah bersama guru dan teman sebaya. Melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler, sekolah dapat menjadi pusat pembiasaan yang sistematis dan berkesinambungan (Suyatno, 2022).
Gerakan 7KAIH—yang meliputi kebiasaan bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat—tidak mungkin berjalan efektif jika hanya dilaksanakan di rumah. Sekolah menjadi penguat melalui rancangan program dan regulasi pembelajaran yang mendukung. Misalnya, pembiasaan bangun pagi dapat diperkuat dengan program literasi pagi sebelum jam pelajaran dimulai. Anak-anak yang datang tepat waktu diberi apresiasi sebagai bentuk motivasi. Penelitian menunjukkan bahwa program literasi pagi tidak hanya meningkatkan keterampilan membaca, tetapi juga membangun disiplin, rasa percaya diri, dan tanggung jawab (Ahsanuddin, 2023).
Dalam hal pembiasaan beribadah, sekolah berperan sebagai institusi yang memfasilitasi aktivitas religius yang sesuai dengan keyakinan peserta didik. Kegiatan doa bersama, shalat dhuha berjamaah, atau refleksi pagi adalah bentuk konkret integrasi nilai spiritual dalam kehidupan sekolah. Penelitian (Fajri, 2025) mengungkap bahwa pembiasaan religius yang dilakukan secara kokurikuler dapat memperkuat internalisasi nilai moral sekaligus menumbuhkan sikap tanggung jawab sosial anak.
Sekolah juga memiliki tanggung jawab dalam menguatkan kebiasaan berolahraga melalui kegiatan kokurikuler seperti senam pagi, jalan sehat, atau program Jumat Sehat. Dengan menyediakan sarana olahraga yang memadai dan waktu khusus untuk aktivitas fisik, sekolah membantu anak menjadikan olahraga sebagai gaya hidup. Studi (Rahmawati, 2024) membuktikan bahwa siswa yang aktif dalam kegiatan olahraga kokurikuler menunjukkan konsentrasi belajar lebih tinggi serta sikap kerja sama yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah tidak hanya berperan dalam aspek akademik, tetapi juga dalam pengembangan fisik dan sosial siswa.
Selain itu, sekolah juga memfasilitasi kebiasaan makan sehat. Melalui program kantin sehat, sekolah dapat menyediakan makanan bergizi dengan harga terjangkau. (Nuraini, 2023) menemukan bahwa program kantin sehat berperan signifikan dalam meningkatkan kesadaran gizi siswa sekaligus mengurangi kebiasaan jajan sembarangan. Dengan adanya regulasi kantin sehat, sekolah tidak hanya menjaga kesehatan anak, tetapi juga melatih mereka untuk membuat pilihan makanan yang tepat.
Peran sekolah dalam membangun budaya gemar belajar juga sangat vital. Program literasi, pojok baca di kelas, dan lomba karya tulis adalah contoh nyata dari dukungan sekolah dalam menumbuhkan semangat belajar. (Kurikulum Merdeka: Panduan pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, 2023) menekankan bahwa pembelajaran kokurikuler yang kreatif dalam Kurikulum Merdeka merupakan wahana efektif untuk meningkatkan minat baca dan daya pikir kritis siswa.
Aspek bermasyarakat juga dapat dilatih di sekolah melalui kegiatan seperti pramuka, kerja bakti, atau program peduli lingkungan. Aktivitas kokurikuler ini menumbuhkan kesadaran sosial, rasa tanggung jawab, dan keterampilan bekerja sama. Menurut penelitian (Sari, 2024) keterlibatan siswa dalam kegiatan sosial di sekolah mampu meningkatkan empati, kepedulian, serta memperkuat identitas mereka sebagai bagian dari komunitas.
Terakhir, meskipun kebiasaan tidur cepat lebih banyak menjadi tanggung jawab orang tua di rumah, sekolah tetap memiliki peran dalam menanamkan kesadaran tentang pentingnya istirahat. Melalui edukasi kesehatan dalam pelajaran IPA atau program bimbingan konseling, siswa dapat memahami dampak negatif begadang terhadap kesehatan dan prestasi akademik.
Dengan demikian, sekolah berfungsi sebagai pusat sinergi yang memastikan 7KAIH tidak hanya menjadi slogan, tetapi benar-benar dipraktikkan. Sekolah tidak hanya menyediakan regulasi, tetapi juga menciptakan iklim pembelajaran yang mendorong internalisasi kebiasaan positif melalui kegiatan kokurikuler. Peran strategis sekolah inilah yang menjadikan implementasi Gerakan 7KAIH lebih terarah, terukur, dan berkelanjutan.
Guru memiliki peran strategis dalam membimbing anak agar kebiasaan yang diharapkan dapat dipraktikkan secara konsisten. Dalam literatur pendidikan karakter, guru sering disebut sebagai role model yang perilakunya ditiru oleh siswa (Fajri, 2025). Dalam konteks 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, guru bukan hanya menyampaikan instruksi, tetapi juga mempraktikkan kebiasaan tersebut dalam keseharian di sekolah.
Selengkapnya klik disini.