Oleh. Mushollin
Program Doktor Teknologi Pendidikan
Universitas Negeri Surabaya (UNESA)
Perkembangan teknologi digital yang semakin meluas menghadirkan tantangan baru bagi dunia pendidikan di Indonesia, khususnya dalam menjaga keberlanjutan nilai-nilai budaya lokal. Di tengah arus globalisasi, pendidikan membutuhkan pendekatan kurikulum yang tidak hanya responsif terhadap perubahan zaman, tetapi juga tetap berakar pada identitas etnokultural masyarakat setempat. Dalam konteks ini, penggabungan konsep kurikulum etnokultural dengan kerangka kerja TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge) menawarkan solusi yang relevan. Pendekatan ini memungkinkan guru mengintegrasikan teknologi secara tepat sambil tetap mempertahankan kekhasan budaya lokal sebagai sumber belajar utama. Melalui integrasi tersebut, pembelajaran dapat berlangsung lebih kontekstual, adaptif, dan bermakna bagi peserta didik.
Kurikulum etnokultural memberikan ruang bagi peserta didik untuk memahami identitas budaya mereka melalui proses pembelajaran formal. Di sisi lain, TPACK mendorong guru untuk menguasai perpaduan antara konten, pedagogi, dan teknologi guna menciptakan praktik pembelajaran yang efektif. Seiring berkembangnya tuntutan kompetensi abad ke-21, integrasi teknologi dalam pembelajaran menjadi kunci penting dalam meningkatkan kreativitas, pemecahan masalah, dan literasi digital peserta didik. Dengan demikian, pengembangan kurikulum etnokultural berbasis TPACK bukan hanya sebuah inovasi kurikulum, tetapi juga strategi untuk menjembatani tradisi dan modernitas dalam pendidikan.
Artikel ini menyajikan kajian deskriptif mengenai konsep kurikulum etnokultural, kerangka TPACK, urgensi pengintegrasiannya, serta strategi implementasi yang dapat diterapkan oleh sekolah, guru, maupun pemangku kebijakan. Pembahasan ini diperkuat dengan rujukan penelitian dan artikel ilmiah yang relevan sebagai dasar akademik.
Kurikulum etnokultural merupakan pendekatan kurikulum yang menempatkan nilai, tradisi, praktik, dan kearifan budaya lokal sebagai fondasi dalam proses pendidikan. Pendekatan ini berangkat dari pemahaman bahwa setiap peserta didik berasal dari konteks sosial-budaya tertentu yang membentuk cara pandang, cara belajar, dan identitas mereka. Menurut Banks (2019), pendidikan multicultural termasuk kurikulum etnokultural bertujuan untuk memastikan bahwa peserta didik dari berbagai latar budaya merasa dihargai, diakui, dan memiliki ruang untuk mengembangkan potensi diri. Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keragaman etnis, bahasa, serta kearifan lokal, kurikulum etnokultural menjadi salah satu strategi penting untuk mewujudkan pendidikan yang relevan, kontekstual, dan inklusif.
Implementasi kurikulum etnokultural tidak hanya sebatas memasukkan materi tentang kebudayaan lokal ke dalam mata pelajaran tertentu, tetapi lebih jauh merupakan upaya sistematis untuk menjadikan budaya lokal sebagai sumber belajar utama. Gay (2018) menjelaskan bahwa pembelajaran yang responsif budaya (culturally responsive teaching) menuntut guru untuk menjembatani pengalaman budaya siswa dengan materi akademik sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam konteks ini, kurikulum etnokultural membantu siswa melihat hubungan antara apa yang mereka pelajari di sekolah dengan realitas kehidupan mereka di masyarakat. Pembelajaran semacam ini dapat meningkatkan motivasi belajar dan mengurangi kesenjangan akademik terutama bagi siswa yang berasal dari kelompok minoritas.
Selain itu, kurikulum etnokultural turut berperan dalam menjaga keberlanjutan budaya lokal yang terancam oleh arus globalisasi dan modernisasi. UNESCO (2021) menekankan pentingnya pendidikan berbasis budaya lokal sebagai upaya menjaga identitas komunitas dan mencegah homogenisasi budaya. Melalui integrasi seni, bahasa daerah, cerita rakyat, teknik tradisional, serta praktik adat dalam kegiatan pembelajaran, siswa tidak hanya memperoleh kompetensi akademik tetapi juga memahami jati diri dan nilai-nilai luhur leluhur mereka. Hal ini penting untuk menumbuhkan rasa bangga, kepedulian, serta partisipasi aktif generasi muda dalam pelestarian budaya.
Kurikulum etnokultural juga memiliki dimensi sosial yang strategis, yaitu memperkuat kohesi sosial di tengah masyarakat yang majemuk. Dengan memahami dan menghargai budaya sendiri sekaligus membuka ruang untuk mengenal budaya kelompok lain, pendidikan berperan dalam membangun dialog antaretnis dan mengurangi stereotip negatif. Studi Nieto & Bode (2018) menunjukkan bahwa sekolah yang menerapkan kurikulum berbasis keberagaman budaya cenderung memiliki iklim yang lebih inklusif, toleran, dan harmonis. Dalam konteks Indonesia yang sering menghadapi potensi konflik sosial berbasis etnis, penerapan kurikulum etnokultural menjadi langkah preventif sekaligus transformatif untuk menciptakan masyarakat yang damai, adil, dan saling menghormati.
TPACK adalah kerangka profesional yang menekankan bahwa guru harus menguasai tiga domain utama, yaitu pengetahuan konten (CK), pengetahuan pedagogi (PK), dan pengetahuan teknologi (TK). Ketika ketiga aspek ini dipadukan, guru mampu merancang pembelajaran yang tepat, efektif, dan relevan dengan kebutuhan peserta didik masa kini. Kerangka TPACK menekankan bahwa teknologi bukanlah tujuan, tetapi alat untuk mendukung pedagogi dan penyampaian konten, sehingga penggunaannya harus tepat, proporsional, dan bermakna.
Berbagai penelitian menunjukkan efektivitas penerapan TPACK dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Misalnya, penelitian Purwaningsih et al. (2023) menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran berbasis TPACK membantu guru merancang pengalaman belajar yang lebih interaktif dan terarah. Penelitian lain oleh Marwati, Hasanah, dan Zulfiati (2023) juga menemukan bahwa pembelajaran PBL berbasis TPACK mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam memahami konsep ekosistem secara mendalam. Temuan-temuan tersebut menguatkan bahwa integrasi TPACK dalam kurikulum merupakan kebutuhan nyata dalam menyongsong pendidikan digital.
Penerapan TPACK dalam pembelajaran menjadi sangat penting terutama di era digital yang terus berkembang. Guru dituntut tidak hanya memahami materi pelajaran dan metode mengajarnya, tetapi juga mampu memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk meningkatkan keterlibatan, pemahaman, dan kreativitas siswa. Koehler, Mishra, dan Cain (2013) menekankan bahwa kerangka TPACK membantu guru merancang pembelajaran yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik di abad ke-21. Dengan menguasai TPACK, guru dapat memilih teknologi yang paling sesuai, memodifikasi strategi pembelajaran, dan menyesuaikan konten secara fleksibel sehingga tercipta ekosistem belajar yang lebih interaktif dan bermakna.
Dalam praktiknya, relevansi TPACK tampak jelas pada berbagai implementasi teknologi pendidikan di sekolah. Pembelajaran berbasis multimedia, penggunaan learning management system (LMS), aplikasi simulasi, video pembelajaran, hingga penggunaan kecerdasan buatan (AI) merupakan contoh bagaimana guru menggabungkan pengetahuan pedagogis dan teknologi untuk memperjelas konsep serta meningkatkan interaksi dengan siswa. Kerangka TPACK memberi panduan agar penggunaan teknologi tidak sekadar bersifat dekoratif, tetapi benar-benar mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Contohnya, guru IPA yang memanfaatkan simulasi virtual untuk menjelaskan konsep abstrak, atau guru bahasa yang menggunakan aplikasi kolaboratif untuk mengembangkan kemampuan menulis siswa.
Relevansi TPACK semakin kuat ketika diterapkan dalam konteks pembelajaran berbasis budaya lokal, termasuk kurikulum etnokultural. Integrasi teknologi memungkinkan guru menyajikan konten kultural secara lebih kreatif dan multimodal, seperti dokumentasi tradisi lokal melalui video, pemetaan budaya berbasis GIS, atau proyek digital storytelling tentang kearifan lokal. Pendekatan ini selaras dengan pandangan Hammond (2020) bahwa teknologi dapat memperluas akses siswa terhadap sumber belajar budaya sekaligus mendukung pembelajaran responsif budaya. Dengan demikian, TPACK tidak hanya meningkatkan kualitas pedagogi, tetapi juga memperkaya proses pelestarian dan internalisasi nilai-nilai budaya dalam pendidikan.
Menggabungkan kurikulum etnokultural dengan kerangka TPACK memberikan peluang besar untuk memperkaya kualitas pembelajaran. Integrasi ini memungkinkan siswa mempelajari budaya lokal melalui cara-cara yang lebih kreatif dan modern. Melalui teknologi digital, konten budaya dapat dikemas dalam bentuk video dokumenter, cerita rakyat interaktif, peta kearifan lokal digital, atau media multimedia lainnya. Dengan demikian, budaya tidak lagi dipelajari sebagai teks statis, tetapi sebagai pengalaman belajar yang hidup dan menyenangkan.
Integrasi ini juga membantu guru menyampaikan pembelajaran budaya dengan pendekatan pedagogis yang lebih adaptif. Pembelajaran berbasis proyek, misalnya, dapat mengajak peserta didik meneliti tradisi lokal dengan bantuan teknologi digital, kemudian mempresentasikan temuan mereka dalam bentuk karya multimedia. Pemanfaatan TPACK dalam konteks etnokultural juga mendukung peningkatan literasi digital peserta didik, sekaligus menjaga relevansi budaya lokal di era modern.
Selengkapnya klik disini.