
Surabaya, 18 Desember 2025 – Kaban BMBPSDM Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Muhammad Ali Ramdhani, S.Tp., M.T., hadir sebagai pemateri pada sesi klasikal Latsar CPNS Angkatan 35–36 Balai Diklat Keagamaan (BDK) Surabaya yang diikuti 80 peserta dan turut didampingi oleh Plt. Kepala BDK Surabaya, Dr. H. Muslimin, M.M. Dalam kesempatan tersebut, Prof. Ramdhani membuka paparannya dengan memberikan selamat kepada seluruh peserta yang telah resmi menyandang status sebagai CPNS Kementerian Agama. Ia menegaskan bahwa pencapaian tersebut merupakan hasil perjuangan panjang melalui berbagai tahapan seleksi, sehingga harus disyukuri bukan sekadar dengan ucapan, tetapi dibuktikan melalui karya, kinerja, dan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Dalam penguatan motivasi, Prof. Ramdhani menyampaikan bahwa setiap manusia pada dasarnya adalah “pemenang”. Ia menjelaskan bahwa secara biologis, seseorang yang terlahir di dunia telah mengalahkan ratusan juta hingga miliaran sel lain. Analogi ini digunakan untuk menegaskan bahwa seluruh peserta Latsar adalah pribadi terpilih, baik dalam proses kehidupan maupun dalam kompetisi ketat seleksi CPNS. Karena itu, ia mengajak para peserta untuk terus menjaga kualitas, meningkatkan kapasitas diri, dan senantiasa berada dalam posisi “on top” sebagai ASN masa depan.
Beranjak pada materi kepemimpinan, Prof. Ramdhani memaparkan lima sumber kekuasaan menurut teori Raven: reward power, coercive power, legitimate power, referent power, dan expert power. Ia menekankan bahwa empat sumber kekuasaan pertama memiliki batasan, sedangkan expert power — kekuasaan yang lahir dari keahlian — justru akan semakin menguat seiring bertambahnya usia, pengalaman, dan pembelajaran seseorang. Oleh karena itu, ia mendorong seluruh peserta untuk terus belajar, mengasah kompetensi, dan mengembangkan keahlian sebagai modal utama menjadi ASN yang unggul.
Dalam pandangan Prof. Ramdhani, pemimpin profesional adalah individu yang tidak pernah berhenti belajar. “Berhenti belajar berarti mati secara kompetensi,” ujarnya tegas. Ia menambahkan sebuah pesan penting bahwa “Orang yang terpelajar adalah pemimpin masa lalu; orang yang terus belajar adalah pemimpin masa depan.” Kepemimpinan kemudian digambarkan melalui analogi jantung: berada di pusat tubuh tetapi bekerja untuk melayani seluruh anggota. Seorang pemimpin, menurutnya, bukan dihormati karena jabatannya, melainkan karena pengabdiannya. Ia menegaskan bahwa untuk menjadi “sayyidul ummah” (yang dimuliakan), seseorang harus terlebih dahulu menjadi “khadimul ummah” (pelayan umat).
Sebagai bagian dari pembentukan karakter pemimpin, Prof. Ramdhani memperkenalkan konsep FAS: Fathonah (cerdas), Amanah (dapat dipercaya), dan Shiddiq (jujur). Fathonah meliputi kecerdasan intelektual dan emosional, bukan sekadar kemampuan hafalan, tetapi kecakapan memahami sebab-akibat, menentukan prioritas, serta mengelola perasaan dan hubungan sosial. Amanah menjadi fondasi kepemimpinan karena mengandung unsur tanggung jawab dan menjaga kepercayaan. Sementara itu, Shiddiq atau kejujuran adalah prinsip yang tidak dapat ditawar dalam membangun integritas dan keadilan organisasi.
Di akhir penyampaian materi, Prof. Ramdhani menegaskan bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah kemampuan mengorkestrasi seluruh sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi secara cepat, efektif, dan berdaya guna. Ia berharap ilmu dan nilai-nilai yang disampaikan dapat menjadi bekal bagi peserta Latsar CPNS Angkatan 35–36 dalam mengemban amanah sebagai ASN Kementerian Agama RI yang berintegritas, profesional, dan siap mengabdi untuk masyarakat.
Penulis: Alia